Jakarta kita kenal sebagai kota paling heterogen di Indonesia. Dikatakan heterogen atau "melting pot" (wadah pembauran) karena di sinilah berbagai macam orang (suku, ras, bangsa, agama) hidup secara berdampingan dengan memiliki tujuan untuk bekerja dan hidup tenang. Banyak orang yang mengadu nasib di kota ini karena Jakarta menyajikan usaha perekonomian yang terus menerus berkembang. Di sini juga tempat pusat pemerintahan. Lambang-lambang kesuksesan negeri berada disini berupa gedung-gedung pencakar langit, pusat-pusat hiburan serta kawasan pemukiman mewah. Sejak merdeka 63 tahun yang lalu, kita terus-menerus mengembangkan kota Jakarta . Bukan waktu yang singkat dan juga bukan usaha yang gampang.
Tetapi masyarakat lupa bahwa semua perkembangan yang dilakukan dapat membuat kota Jakarta MENGHILANG ! Mengapa demikian? Karena masyarakat mulai tidak peduli terhadap lingkungan
Mungkin hal-hal diatas sudah sering kita dengar dan membuat kita semakin "kebal" dan cuek bebek, tidak memandangnya sebagai ancaman. "Emang gue pikirin" (EGP)... Padahal jika semua ini dibiarkan, maka akan membuat Jakarta HANCUR !
Menurut dinas kebersihan DKI, satu warga Jakarta menghasilkan 2 kg sampah per harinya. Volume Sampah seluruh masyarakat Jakarta setiap hari sama dengan 7.000 ekor gajah dan bisa juga untuk menutup 2.600 lapangan sepakbola. Bahkan volume sampah untuk 2 hari sebanding dengan volume Candi Borobudur. Menurut data Walhi lebih dari 50% total sampah merupakan sampah non-organik terutama kertas dan plastik. Sampah-sampah ini berada dimana? Diangkut petugas ke TPA (40,09%), ditimbun (7,54%), diolah (1,61%), dibakar (35,49%) dan lainnya dibuang di sungai, jalan, taman (15,27%). Inilah mengapa sungai di Jakarta penuh dengan sampah yang menyebabkan banjir dimana-mana. Mantan Gubernur Sutiyoso pernah berkomentar bahwa Sungai-sungai di Jakarta itu mirip "supermaket" karena semua barang ada di dalamnya (karena dibuang), dari tempat tidur sampai kandang ayam.
Terasakah oleh Anda bahwa belakangan ini siang hari di Jakarta semakin panas dan terik tak tertahankan? Ternyata itu bukan hanya perasaan Anda sendiri saja! Kenaikan suhu di Jakarta dalam 100 tahun di atas rata-rata dunia. Menurut BMG, pada suhu di Jakarta pada tahun 1870 masih 26 derajat Celcius, namun dalam seabad terakhir, naik 1,4 derajat. Angka ini melampaui suhu rata-rata di dunia yang hanya naik 0,7 derajat. Hal ini disebabkan dampak Global Warming (ingat, Indonesia berada di Garis Kathulistiwa) dan semrawutnya tata ruang di Jakarta yang ditandai dengan menipisnya ruang terbuka hijau (RTH) seiring dengan berubahnya kampung Betawi yang a sri menj adi "hutan gedung beton". Kasihan nasib anak cucu kita, yang nanti akan menj adi "legam" dan "berkerut" karena kejamnya terik matahari Jakarta .
Prestasi Jakarta sebagai kota paling tercemar menduduki peringkat ke-3 setelah Mexico City dan Mumbay. Banggakah kita? Dimana menurut WHO (2006), polusi di Jakarta 70% adalah berasal dari asap kendaraan bermotor dan 20% adalah asap industri. Posisi buruk Jakarta ini tidak jauh dengan posisi Indonesia yang menduduki peringkat ke-20 sebagai negara pembuat polusi terburuk, khususnya dalam menghasilkan Emisi Karbondioksida. Pencemaran udara ini bukan hanya "meracuni" warga Jakarta , tapi juga bertanggungjawab atas kerusakan lapisan Ozon yang memperparah Global Warming.
Dapat Anda bayangkan berapa banyak kendaraan di Jakarta sehingga dapat berpartisipasi menyumbang 70% polusi? Luar biasa banyaknya. Ada 2,2 juta mobil dan 3,5 juta sepeda motor di Jakarta s eka rang. Ternyata kenaikan BBM bulan lalu tidak banyak berimbas untuk "mengerem" laju pertambahan kendaraan bermotor prib adi di Jakarta . Jumlah ini akan terus bertambah, padahal perluasan jalan di Jakarta melambat. Akibatnya diprediksi pada tahun 2011 (tiga tahun lagi) Jakarta akan Macet Total. Reputasi Jakarta dalam hal kemacetan lalu lintas (traffic jam) yang gila-gilaan ini sudah tersohor di mancanegara dan menyamai reputasi Bangkok . Tentunya bukan reputasi yang menunjuang promosi "Visit Indonesia Year 2008" apalagi "Enjoy Jakarta". Pada saat diserukan penghematan energi, berapa banyak pemborosan BBM akibat kemacetan, berapa banyak waktu yang terbuang ("Time Is Money" hampir tidak berlaku, dan macet di jalan menjadi alasan yang "dimaklumi" untuk setiap keterlambatan) , dan belum lagi stress para pengguna jalan. Menurut suatu penelitian, akibat kemacetan di Jakarta mengakibatkan Rp. 8,3 Trilyun terbuang. What a waste..
Aktivitas Jakarta sempat berhenti total pada tahun 2002 akibat banjir. Dan 5 tahun kemudian terj adi lagi banjir luar biasa itu. Dan terdapat data yang mencengangkan yaitu selama 5 tahun itu rata-rata kenaikan banjir adalah 63%.. Bisa dibayangkan berapa rata-rata kenaikannya 5 tahun mendatang? Tapi ternyata kita tidak perlu menunggu siklus 5 tahun lagi untuk merasakan banjir hebat. Karena banjir tersebut sudah kita rasakan bulan Februari 2008 yaitu hanya selang 1 tahun dari banjir hebat 2007. Tampaknya kita harus mulai "bersahabat" dengan Banjir karena Jakarta makin "berlangganan" banjir. Dampak dari Global Warming adalah perubahan suhu ekstrem. Jika waktu SD, kita diajari bahwa musim hujan jatuh pada bulan-bulan berakhiran "_ber", maka "rumus" ini sudah tidak berlaku lagi. Hujan besar dapat datang kapan saja dia mau, dan akibat dari hujan deras beberapa jam akan langsung membuat Jakarta "berkubang". Menurut BMG, dalam periode seabad, curah hujan di Jakarta naik 13%, sehingga Jakarta akan lebih sering mendapat curah hujan hinggan 500 milimeter per bulan, bahkan di puncak musim kemarau, yang berpotensi besar mendatangkan "Hari Raya Banjir",
Beberapa tahun belakangan ini, kita mulai akrab mendengar istilah "rob" atau air laut pasang. Pada awal tahun, banjir air pasang itu "sukses menj adi kan Jakarta masuk dalam pemberitaan dunia krean terputusnya jalan tol Bandara yang mengakibatkan lumpuhnya "Pintu Gerbang Indonesia " itu. Sungguh bukan hal yang menayenangkan untuk promosi "Visit Indonesia Year". Dampak Global warming memang menyebabkan peningkatan kenaikan air laut dan mengakibatnya terancam tenggelamnya daratan. Indonesia sebagai Negara Kepulauan Terbesar di dunia, akan yang paling mengalami dampaknya. Survey Departemen Kelautan & Perikanan awal tahun 2007 menunjukkan Indonesia telah kehilangan 24 pulau kecilnya akibat naiknya permukaan air laut, dan sekitar 2.000 pulau dikuatirkan akan mengalami hal yang sama dalam kurun 25 tahun mendatang. diperkirakan sekitar 800 ribu rumah yang berada di pesisir harus dipindahkan. Khusus bagi Jakarta , kondisinya diperparah dengan susutnya hutan bakau (mangrove) sebagai gerbang terdepan menahan abrasi. Tentunya kita sama-sama tak ingin menyaksikan terwujudnya prediksi menyeramkan yang mengatakan pada tahun 2025 sebagian Jakarta akan tenggelam. "Jakarta under water".
Berita buruk terbaru adalah ratusan gedung di Jakarta bergerak ambles karena penurunan tanah di Jakarta sebesar 10-15 cm per tahun. Melihat miringnya lantai gerai ATM di Sarinah, tampaknya kita akan dapat saksikan munculnya "Menara-menara Pisa " baru di Jakarta. Amblesnya Jakarta disebabkan pergerakan tanah dan eksploitasi air yang berlebihan.
Bahaya-bahaya diatas mungkin sudah sering kita dengar dan makin banyak yang mengkampany eka n pelestarian lingkungan hidup. Tapi antara "tahu dan mengerti" dengan "melakukan sesuatru" adalah jauh berbeda. Jujurlah menjawab pertanyaan berikut ini : Apakah Anda sudah melakukan sesuatu untuk memperbaiki lingkungan hidup di Jakarta ? Apabila ada yang mengatakan bahwa sudah. Bagus! Tularkanlah pada masyarakat di sekitarmu. Bagi yang menjawab belum, masih ada waktu. Tapi waktu itu adalah SAAT INI ! SEKARANG!
Apa yang kita lakukan tidak harus sesuatu yang besar. Tapi sesuatu hal kecil dari setiap prib adi di Jakarta dapat menyelamatkan Jakarta . Apa sajakah hal-hal kecil yang dapat kita perbuat? Sebagai panduan kita dapat merujuk pada COP 13 (Baca : Cara Oke Pelihara Bumi) yang disusun oleh Kementerian Lingkungan Hidup (*terlampir dalam Attacment)
Sebelum masuk ke penjabaran COP 13, ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu siapkan diri karena setelah membaca ini, kita diharapkan untuk menjalankannya mulai dari diri sendiri, ingat bukan menunggu orang lain memulainya terlebih dahulu.
Penjabaran COP 13 untuk menangani masalah sampah antara lain : membuang sampah pada tempatnya (termasuk jangan buang sembarangan struk karcis jalan tol); mau memungut sampah yang tercecer untuk dibuang di tempat sampah (ini adalah suatu amal kebajikan); memilah sampah organik dan non-organik, yang organik dapat dij adi kan pupuk kompos, sementara untuk yang non-organik dapat didaur ulang untuk dij adi kan produk lain; kurangi penerimaan kantung plastik kresek ketika berbelanja dengan membawa sendiri tas ramah-lingkungan yang dapat dipakai berulang kali untuk berbelanja; serta gunakan barang-barang yang dapat dipakai berulang kali (re-fill) bukan yang sekali pakai buang (termasuk styrofoam dan sumpit sekali-pakai),
COP 13 untuk menangani masalah banjir : jangan membuang sampah di got dan sungai yang bisa menghambat aliran air (di Bangladesh, pemakaian kantung plastik dilarang karena dianggap menyebabklan banjir) ; membuat lubang resapan biopori (LRB) yang bertujuan memperlancar resapan air untuk mengurangi genangan air dan meningkatkan kesuburan tanah; menanam pohon dan tanaman (penghijauan) untuk peresapan air , dapat memberikan kita tambahan oksigen pada siang hari dan dan juga menyerap emisi CO2 (carbon sink); serta membuat bak/kolam untuk menampung air hujan;
COP 13 untuk menangani masalah kemacetan dan polusi udara : bila berpergian ke tempat yang dekat berjalan kakilah atau naik sepeda; mulailah "bersepeda ke tempat kerja atau untuk beraktiitas" (Bike to Work), sedang untuk ke tempat yang jauh naik kendaraan umum atau nebeng rekan yang tujuannya searah (car-pooling) untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi di jalan;
Pendekatan COP 13 untuk menangani masalah suhu yang meningkat : hindari membakar sampah di pekarangan; tidak membiarkan pintu kulkas terbuka terlalu lama; dan meminimalkan penggunaan AC (minimal turunkan 2 derajat celcius).
Pendekatan COP 13 untuk menangani masalah penurunan permukaan tanah : budayakan hemat air untuk mengurangi pemakaian air tanah; dan menanam pohon kembali untuk meresapkan air hujan menjadi air tanah.
Pada HUT Jakarta tahun ini, mari kita bersama-sama sadar, peduli dan melakukan usaha penyelamatan Jakarta. Jakarta ada saat ini karena kita, Jakarta ada saat ini untuk kita dan mari kita berusaha agar Jakarta tetap ada untuk anak cucu cicit kita. Masa depan Jakarta ada di tangan kita, Warga Jakarta. Bertindaklah Seka ang juga agar Jakarta tidak menj adi Kota Hancur ( Doomed City ) yang tinggal kenangan.
Sayangi Bumi dan Selamatkan Hutan Kita ! Jangan cetak artikel ini kecuali benar-benar diperlukan, karena akan memboroskan Kertas (yang diolah dari kayu) dan Tinta printer. Mari mulai merubah kebiasaan-kebiasaan kecil kita untuk melestarikan lingkungan
0 comments:
Posting Komentar